Selasa, 17 Agustus 2010

 HARGA SEMBAKO MELAMBUNG HARGA KOPI TERJUN

Melambungnya Harga-harga bahan pangan dan sayuran mulai bulan juni sampai sekarang bulan agustus ternyata tidak diikuti oleh kenaikan harga kopi. Selain karena faktor perubahan cuaca yang meyebabkan gagal panen serta karena faktor menjelang datangnya hari Raya Idul Fitri juga telah ikut mendongkrak beberapa komoditi hasil pertanian. Tapi sayang ditengah-tengah naiknya beberapa harga komoditi pertanian harga kopi justru mengalami penurunan. Menurut Muari petani Kopi yang juga menjadi Penasehat pada beberapa kelompok Organisasi Tani diantaranya Kelompok Petani Kopi Antansari dan Serikat Petani Tlogo Makmur di desa Tlogosari kecamatan Tirtoyudo kalau tahun kemarin yakni tahun 2009 harga kopi bisa mencapai antara Rp. 16.000 – 18.000, tapi sekarang harga kopi hanya berkisar antara Rp. 12.000 – 13.700. pada bulan agustus ini harga kopi sudah lumayan mengalami kenaikan dibandingkan pada awal-awal juni kemarin yang hanya Rp. 12.000 dan harga kopi sekarang adalah Rp 13.700. dari penurunan harga kopi ini diperkirakan petani mengalami kerugian antara 4-4,3 juta/ton kopi berasan. Dari kerugian tersebut berarti telah kehilangan pendapatan antara Rp. 333.000 – Rp 358.000, angka yang cukup besar bagi orang yang tinggal di pedesaan.

Selama ini pemasaran kopi di daerah Malang selatan yang meliputi Kecamatan Ampelgadding, Tirtoyudo, Sumbermanjing dan Dampit masih dimonopili eksportir Kopi PT. Asal Jaya yang merupakan satu-satunya eksportir yang ada di daerah ini. Petani tidak bisa melakukan negosiasi langsung untuk menetapkan Harga jual kopi karena kebanyakan mereka menjualnya melalui tengkulak atau pedagang yang ada di pasar Dampit. Sebenarnya sebagian dari mereka sudah mempunyai kelompok petani kopi yang bisa berhubungan langsung dengan pihak eksportir yang di fasilitasi oleh Petugas Penyuluh pertanian. Tapi bukanya semakin banyak yang mau menyetor kopi  langsung melalui kelompok ke PT. Asal Jaya, justru setiap tahun banyak anggota yang tidak mau menyetor kopi melalui kelompoknya. Hal ini dikarenakan kebanyakan dari mereka menganggap kalau mereka menyetor kopi melalui kelompok terlalu banyak proses yang harus dilakukan sehingga mereka harus membuang banyak waktu, tenaga dan modal sedang selisih harga tidak signifikan yakni antara Rp. 500-Rp 1000. Padahal kalau dihitung biaya untuk melakukan proses pengolahan kopi pasca panen berdasarkan aturan yang disampaikan oleh PPL Pertanian itu kalau mereka hitung diperkirakan antara Rp. 1000-Rp 1500.

Tidak Ada Transparasi Penetapan Harga dalam Kelompok
Selain faktor selisih harga antara menjual melalui kelompok dengan menjual langsung kepada tengkulak yang tidak begitu besar, masalah transparasi penetapan harga juga menjadi alasan bagi mereka untuk tidak menjual kopi melalui kelompok. Karena selama ini kelompok tidak pernah dilibatkan dalam negosiasi penetapan harga dengan eksportir Asal Jaya. Selama ini mereka hanya mengetahui harga dari PPL pertanian melalui pertemuan rutin kelompok petani kopi. Di Desa Tlogosari Kecamatan Tirtoyudo misalnya, walaupun sudah ada kelompok Petani kopi Antansari yang telah lama terbentuk dan rutin melakukan pertemuan setiap bulan tapi nyatanya mereka masih tetap menjual kopi kepada pedagang yang ada di pasar Dampit.(Sugiono)

PETANI LUMAJANG DEBAT DENGAN PERHUTANI

Senin, 02 Agustus 2010

http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2010/03/15/brk,20100315-232665,id.html

http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2010/03/15/brk,20100315-232665,id.html

Petani Menyambut Pahlawan Benih